SURABAYA – Banyak orang yang fokus terhadap perbaikan infrastruktur dan bantuan sembako dalam penanganan bencana. Padahal, dukungan psikologis pada korban bencana alam tak kalah penting.
Berangkat dari hal tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan Seminar Profesi Keperawatan Nasional (SPOKEN) 2023 pada Sabtu (20/5/2023).
Kali ini, webinar tersebut diisi oleh Prof Dr Ah Yusuf, SKp MKes selaku Dekan FKp UNAIR. Ia membawakan topik dengan tema Peran Perawat dalam Memberikan Support Psikologis bagi Masyarakat Pasca Bencana.
Pada pemaparannya, Prof Yusuf menyampaikan bahwa korban bencana alam rentan mengalami gangguan psikologis dalam bentuk khayalan, mimpi, halusinasi, dan flashback.
“Biasanya, peristiwa tersebut akan terulang kembali dalam ingatan korban sehingga menimbulkan reaksi panic. Jika terus dibiarkan lama-lama akan menyebabkan tekanan batin yang dapat mempengaruhi rutinitas sehari-hari, ” ujarnya.
Tiga Gangguan
Baca juga:
Vaksin Booster Itu Penting, Apa Alasannya?
|
Gangguan yang biasanya korban alami, lanjut Prof Yusuf, terbagi menjadi tiga jenis yaitu re-experience, avoidance, dan hyper-arousal. “Pada jenis gangguan re-experience korban akan mengalami ketegangan psikologis karena terbayang-bayang dengan rentetan peristiwa bencana alam, ” tutur Dekan FKp itu.
Menurutnya, sangat dilarang menanyakan atau mewawancarai korban peristiwa bencana alam terkait kronologi kejadian karena korban akan rentan mengalami flashback ilustrasi buruk saat bencana alam terjadi.
“Jenis trauma selanjutnya adalah avoidance, yaitu korban akan mengalami amnesia psikogenik, hilangnya minat terhadap aktivitas, menarik diri dari sosial, dan mengkhawatirkan masa depan. Maka dari itu, sebagai seorang perawat harus menghindari hal-hal yang dapat mengingatkan korban terhadap pengalaman traumatisnya, ” ucap Prof Yusuf.
Dekan FKp itu, juga menjelaskan jenis trauma hyperarousal atau gangguan psikologis yang berdampak secara signifikan terhadap sikap korban. Mulai dari gangguan tidur, emosi yang tidak stabil, kesulitan berkonsentrasi, dan sikap waspada secara berlebihan.
Baca juga:
Pangdam Tinjau Kelayakan Karantina PMI
|
Maka dari itu, menurutnya, sebagai seorang perawat harus memiliki prinsip penanganan yang tidak hanya terbatas dalam lingkup medis saja, yaitu, menenangkan suasana, tidak menambah masalah, dan memenuhi kebutuhan korban seperti makanan, istirahat, dan personal hygiene.
Cepat Tanggap
Lebih lanjut, Prof Yusuf mengatakan bahwa perawat harus memiliki sifat cepat tanggap saat masa pengobatan dan rekonsiliasi korban bencana.
Selain itu, menurutnya, seorang tenaga medis dapat memberikan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial (DKJPS) dengan penerapan psychological first aid yang terdiri dari look, listen, link.
“Sebagai seorang perawat kita harus memeriksa perlengkapan safety-nya dan kebutuhan dasar yang bersifat urgent. Kemudian, kita melakukan pendekatan dengan menjadi pendengar bagi warga yang membutuhkan support. Seperti menanyakan kebutuhan dan konsen mereka. Yang terakhir adalah terhubung dengan korban dengan memberikan informasi dan membantu korban mengakses layanan dalam mendapatkan bantuan darurat, ” ujar Dekan FKp itu.
“Sebagai seorang perawat kita harus membangun kepercayaan kembali pada korban dengan melakukan pendekatan terhadap proses adaptasi stress yang dialami oleh korban dan membuat korban menjadi positive thinking, ” tutupnya. (*)
Penulis: Aidatul Fitriyah
Editor: Binti Q Masruroh